Kamis, 15 April 2010

agama 2



Agama Konghucu Masuk Kurikulum Nasional
Oleh : Rio Rizalino | 06-Feb-2008, 06:50:09 WIB

KabarIndonesia - Kabar gembira bagi pemeluk agama Konghucu di Indonesia. Akhir tahun 2007 lalu terbit Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. PP ini, salah satunya mengamanatkan mata pelajaran agama Konghucu dapat diselenggarakan di jalur pendidikan formal.
Setelah kembali diakui sebagai agama resmi di Indonesia pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, melalui PP no. 55 ini, penganut Konghucu semakin mendapatkan pengakuan diruang publik, termasuk di bidang pendidikan.

PP ini disambut baik oleh segenap penganut Konghucu Indonesia. Ketua Bidang Pendidikan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin), Xs. Buanadjaya B. Sidhartanto menyatakan umat Konghucu merasa bahagia karena kini sudah ada perangkat hukum yang mendukung terselanggaranya pendidikan agama Konghucu di Indonesia. “Kami berbahagia karena kini warga negara Indonesia penganut agama Konghucu dapat mengikuti pelajaran agama sesuai dengan imannya,” ujar Buanadjaya.

Buanadjaya menjelaskan, perangkat hukum ini sebenarnya bukanlah hal baru. Dulu, ketika Indonesia masih dipimpin oleh Soekarno, pendidikan agama Konghucu sudah diterapkan. Kurikulumnya pun telah tersusun. Namun ketika Soeharto memerintah, hak umat Konghucu di Indonesia dikebiri. Berbagai perlakuan diskriminasi dilakukan oleh rezim orde baru. Bahkan Konghucu tidak diakui sebagai agama di Indonesia. Namun kini pengakuan tersebut telah didapati kembali, salah satunya melalui PP ini.

Dalam mengimplementasikan PP no. 55 ini tentunya banyak hal yang harus dipersiapkan. Hal tersebut diakui oleh Buanadjaya. Kurikulum baru menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak. Berkaitan dengan penyusunan kurikulum, Buanadajaya mengatakan, kini Matakin tengah diminta Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama Republik Indonesia untuk menyusun kurikulum pendidikan agama Konghucu. “Tenaga pengajar dan buku-buku penunjangnya juga sedang kami persiapkan,” ungkap Buanadjaya.

Selain Matakin, pemerhati budaya Tionghoa yang juga Ketua Konsorsium Pendidikan Bahasa Mandarin Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta, Sidharta Wirahadi Kusuma, MED juga menyambut baik PP no. 55. Menurutnya, PP ini mengandung muatan moral yang baik untuk generasi muda Konghucu di Indonesia. Dalam pengamatan Sidharta, semangat pendidikan sangat kental dalam agama Konghucu.

Meskipun sudah terbit akhir tahun lalu, ternyata PP ini belum tersosialisasi dengan baik di kalangan sekolah. Drs. Yusuf Tariallo, M.M, kepala SMA Tunas Karya Kelapa Gading mengakui bahwa hingga kini ia belum begitu mengetahui perihal PP no. 55. Ia juga mengatakan, hingga kini belum ada sosialisasi dari Sudin Dikmenti mengenai PP tersebut. Untuk itu, Tunas Karya juga belum mengadakan persiapan apa-apa yang berkaitan dengan pelaksanaan mata pelajaran agama Konghucu. “Tapi prinsipnya, disini kami memfasilitasi semua agama,” ujar Yusuf.

Maka dari itu, Yusuf menyatakan bahwa SMA Tunas Karya siap menjalankannya PP tersebut kalau memang sudah ada petunjuk pelaksanaan (juklak) yang jelas dari pihak terkait. Mengenai sosialisasi, Buanadjaya mengatakan bahwa itu adalah tugas pemerintah. Namun apabila dibutuhkan, ia menegaskan kalau Matakin siap membantu pemerintah menjalankan proses sosialisasi PP ini ke sekolah-sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar